Berita Investigasi Musirawas
Beranda » Berita » Protokoler Setda Musirawas “Dinas Dalam Kota” Antara Kebutuhan atau Celah Belanja?

Protokoler Setda Musirawas “Dinas Dalam Kota” Antara Kebutuhan atau Celah Belanja?

Oplus_131072
Baca Yang Lain+

Musi Rawas — Setelah menyoroti anggaran jamuan eksekutif dan sewa kendaraan mewah, Aspirasi Publik kini menelusuri pos anggaran yang tidak kalah mengundang pertanyaan: “Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota” senilai ratusan juta oleh Sekretariat Daerah Kabupaten Musi Rawas tahun anggaran 2024.

Dalam dokumen DPPA, belanja ini dibagi atas perjalanan KDH/WKDH dan untuk pendampingan pejabat.

Jika mengacu pada istilah teknis, “dalam kota” biasanya merujuk pada kegiatan di dalam wilayah administratif kabupaten sendiri.

Berdasarkan wawancara dengan sumber internal, istilah ini bisa saja digunakan untuk kegiatan lintas kecamatan atau bahkan kunjungan ke kabupaten tetangga seperti Lubuklinggau atau Muratara dan daerah lainnya.

Meski begitu, tetap ada pertanyaan fundamental: mengapa pos ini tidak diklasifikasikan sebagai “perjalanan dinas luar daerah” jika memang ke luar kabupaten?

Anggaran Ganda Pelayanan BLUD di Lubuk Linggau: Dua Kegiatan Satu Nama

Jika kegiatannya benar hanya di dalam wilayah Musi Rawas, apakah dibutuhkan hingga ratusan juta hanya untuk “perjalanan”?

Tiga Catatan Kritis:
1. Klasifikasi yang kabur
2. Tidak jelas apakah ini “dalam kota”, “dalam provinsi”, atau “antarwilayah”
3. Jika ke luar kabupaten, maka seharusnya dikategorikan sebagai perjalanan luar daerah.

Biaya untuk pendampingan lebih besar dari kepala daerah. Ratusan juta hanya untuk “pendamping”, tanpa penjelasan beban tugas atau jumlah personel

Minim transparansi kegiatan karena tidak ada daftar kegiatan, tujuan dinas, atau hasil kerja yang bisa diverifikasi publik

Risiko dan Potensi Penyimpangan:
Dengan klasifikasi yang longgar, pos ini berpotensi menjadi kantong fleksibel untuk belanja yang sulit dilacak. Jika tidak dikawal, bisa saja digunakan untuk pengeluaran non-protokoler yang dibungkus kegiatan formal.

Dibayar Meski Dilarang Dugaan Pembangkangan 16 Dinas di Era Pj Wali Kota Lubuklinggau

Pada intinya, apakah belanja “dinas dalam kota” ini mencerminkan kebutuhan riil atau hanya justifikasi belanja tahunan?

Catatan Redaksi

Berita ini disusun berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber terpercaya dan/atau pengamatan langsung terhadap peristiwa yang terjadi.

Aspirasipublik.id menjunjung tinggi prinsip keberimbangan dan akurasi dalam setiap pemberitaan. Kami memberikan ruang hak jawab kepada setiap pihak yang merasa dirugikan atau tidak sesuai fakta dalam pemberitaan ini, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

Silakan sampaikan hak jawab, klarifikasi, atau koreksi melalui email: redaksi@aspirasipublik.id atau WhatsApp ke: 081379437128.

Wali Kota Lubuk Linggau Harus Bertindak, Pembiaran Pengadaan Honorer Fiktif Bisa Jadi Skandal Sistemik

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement