Berita Investigasi 2; Aspirasi Publik
Lubuk Linggau, Selasa, 29 April 2025 — Dalam pusaran penyelidikan yang kini menyeret PMI Kota Lubuklinggau, fakta keuangan lembaga sosial ini mulai mencuat ke permukaan. Berdasarkan hasil penelusuran terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Sumatera Selatan Tahun 2022–2023, diketahui bahwa PMI Kota Lubuklinggau tidak tercatat menerima dana hibah dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Hanya pada tahun 2023, PMI Kota Lubuklinggau tercatat menerima hibah sebesar Rp100 juta dari Pemerintah Kota Lubuklinggau. Jumlah ini, jika dibandingkan dengan beban operasional PMI, dinilai sangat kecil dan praktis hanya mencukupi kebutuhan dasar organisasi. Tidak ada catatan penggunaan hibah untuk pembayaran utang atau pengadaan alat kesehatan.
Namun dalam LHP yang sama, ditemukan fakta bahwa PMI Lubuklinggau memiliki catatan utang pada tahun 2022 sebesar kurang lebih Rp230 juta. Utang ini kemudian dilaporkan lunas pada tahun 2023, meskipun di akhir 2023 kembali tercatat adanya utang baru sekitar Rp260 juta.
Yang menarik, baik dalam LHP BPK maupun dalam Daftar Temuan Tindak Lanjut (DTT) BPK Tahun 2024, tidak ditemukan adanya catatan penyimpangan atas hibah PMI, juga tidak ada hasil pemeriksaan khusus terhadap pengelolaan darah. Satu-satunya data yang mencuat hanyalah posisi utang PMI di laporan keuangan.
PMI sebagai lembaga sosial kemanusiaan memiliki mekanisme sendiri dalam pengelolaan darah, termasuk menerima donasi darah dari masyarakat dan mengelola biaya pengganti yang dikenakan kepada masyarakat penerima layanan darah. Skema ini berjalan di bawah pengawasan internal organisasi sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMI.
Realitas ini memperlihatkan bahwa ketergantungan PMI terhadap pengelolaan darah bukanlah anomali, melainkan sebuah konsekuensi dari keterbatasan dana hibah yang diberikan.
Sementara itu, pihak Kejaksaan Negeri Lubuklinggau menyatakan bahwa proses penyelidikan masih berjalan, dengan alasan menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pihak Kejari menyebut bahwa dugaan penyimpangan dalam biaya pengelolaan darah menjadi bagian dari fokus pemeriksaan.
Dalam situasi ini, muncul pertanyaan mendasar:
Apakah wajar jika sebuah lembaga sosial yang sebagian besar kegiatannya didanai dari layanan kemanusiaan, diperiksa atas dasar praktik operasional yang secara struktur tidak sepenuhnya bersandar pada APBD?
Investigasi ini akan terus berlanjut, menjaga keseimbangan suara dan menyuarakan fakta yang ada. Edisi 3 “Mengurai Alur Darah PMI: Layanan Kemanusiaan, Bukan Komoditas”
Catatan Redaksi
Berita ini disusun berdasarkan analisa dan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber terpercaya dan/atau pengamatan langsung terhadap peristiwa yang terjadi. Aspirasipublik.id menjunjung tinggi prinsip keberimbangan dan akurasi dalam setiap pemberitaan. Kami memberikan ruang hak jawab kepada setiap pihak yang merasa dirugikan atau tidak sesuai fakta dalam pemberitaan ini, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Silakan sampaikan hak jawab, klarifikasi, atau koreksi melalui email: redaksi@aspirasipublik.id atau WhatsApp ke: 081379437128.
Komentar