Aspirasi Publik
Musi Rawas Utara — Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) kembali memamerkan kinerja anggaran yang secara kasat mata tampak “baik”. Pendapatan daerah tercapai, belanja publik dilaporkan tinggi, dan saldo akhir terjaga. Namun, ketika laporan keuangan dikupas secara kritis, muncul fakta yang jauh berbeda ratusan miliar rupiah tampak dikelola tanpa arah yang transparan dan terukur. Jum;at, (28/6/2024)
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tahun anggaran 2023 mencatat total pendapatan sebesar Rp1,129 triliun. Sementara itu, total belanja daerah sebesar Rp1,155 triliun, dan pembiayaan neto sebesar Rp44,47 miliar sehingga saldo anggaran akhir kembali nol.
Namun apakah seluruh belanja tersebut benar-benar terealisasi dalam bentuk program yang dirasakan rakyat? Dokumen ini justru menunjukkan indikasi modus pengelolaan anggaran yang menyimpan potensi kerugian negara.
Modus 1: Realisasi Fiktif atau dipaksakan di akhir tahun
Tercatat realisasi belanja tahun 2023 nyaris menyamai pagu, dengan tingkat serapan lebih dari 97%. Ini patut dicurigai, mengingat laporan sebelumnya menunjukkan penyerapan belanja rendah hingga kuartal ketiga. Realisasi mendadak tinggi di akhir tahun acap kali menandakan praktik mark-up, proyek asal jadi, atau pembayaran tanpa pekerjaan fisik yang jelas.
Dengan belanja Rp1,15 triliun, publik seharusnya menyaksikan lonjakan pembangunan yang signifikan. Namun di lapangan, fasilitas dasar seperti jalan, air bersih, dan pelayanan kesehatan tetap memprihatinkan. Apakah realisasi ini hanya ilusi angka?
Modus 2: Pendapatan Didongkrak, padahal tak masuk kas
Laporan mencatat pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp51,8 miliar pada 2023. Padahal jika dibandingkan dengan kapasitas ekonomi Muratara yang terbatas, angka ini patut dipertanyakan. Kuat dugaan bahwa target PAD ditetapkan tidak realistis dan realisasinya mengandalkan trik akuntansi, bukan penerimaan riil.
Lebih dari itu, sebagian besar PAD berasal dari sumber tidak berkelanjutan seperti retribusi dan pendapatan BLUD, yang rawan manipulasi data.
Modus 3: Pembiayaan Bersumber dari Dana Sisa tanpa output jelas
Pada 2023, Pemkab Muratara mencatat pembiayaan neto sebesar Rp44,47 miliar, yang seluruhnya berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun sebelumnya. Anehnya, tidak ada penjelasan rinci ke publik tentang program-program apa yang dibiayai dari dana ini.
SAL yang digunakan habis tanpa dampak nyata menandakan dua hal: entah dana tersebut tidak benar-benar digunakan sesuai fungsi, atau digunakan secara tidak efisien dan rentan penyelewengan.
Ketiadaan transparansi atas detail belanja dan minimnya pengawasan DPRD membuka celah terjadinya kerugian negara dalam bentuk pemborosan, pengadaan fiktif, atau proyek mark-up.
Skema yang terjadi dari tahun ke tahun adalah:
- Pendapatan digenjot agar terlihat tinggi.
- Realisasi belanja digenjot menjelang akhir tahun.
- Sisa anggaran digunakan penuh tahun berikutnya, tanpa hasil nyata.
- Audit tidak menyentuh substansi, hanya prosedural.
Catatan Redaksi AspirasiPublik.id
Kami membuka ruang hak jawab dan klarifikasi kepada Bupati Muratara, Kepala BPKAD, dan Ketua DPRD Kabupaten Muratara atas temuan ini. Media adalah ruang kritik yang sehat, dan kami tetap menjunjung tinggi asas keberimbangan dan itikad baik dalam pemberitaan.
DISCLAIMER HAK JAWAB
Berita ini disusun berdasarkan analisis terhadap dokumen resmi yang diperoleh secara sah. Jika ada pihak yang keberatan atas informasi di atas, redaksi AspirasiPublik.id memberi ruang hak jawab sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kontak resmi 081378437128.
Komentar