Berita Investigasi Lubuklinggau
Beranda » Berita » Potong Anggaran Rp43 Miliar, Tapi ASN Tetap 1.209 Orang: Efisiensi atau Ilusi di Dinas Pendidikan Lubuk Linggau?

Potong Anggaran Rp43 Miliar, Tapi ASN Tetap 1.209 Orang: Efisiensi atau Ilusi di Dinas Pendidikan Lubuk Linggau?

Baca Yang Lain+

    Aspirasi Publik
    Lubuk Linggau – Anggaran belanja pegawai di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Lubuk Linggau untuk tahun anggaran berjalan mengalami penyusutan drastis. Dari sebelumnya sebesar Rp171,4 miliar, kini hanya dialokasikan Rp127,9 miliar. Selisihnya mencapai Rp43,48 miliar, atau lebih dari 25 persen. Ironisnya, jumlah ASN penerima gaji dan tunjangan tetap 1.209 orang per bulan.

    Potongan besar anggaran ini tentu bukan perkara sepele. Ia membuka ruang pertanyaan publik Efisiensi atau ilusi anggaran?

    Jika benar terjadi efisiensi, maka semestinya terdapat perubahan struktural signifikan—misalnya pengurangan beban kerja, perubahan status pegawai, atau digitalisasi proses layanan.

    “Bagaimana mungkin jumlah pegawai tetap, beban kerja tetap, tapi anggaran berkurang lebih dari Rp43 miliar? Apa yang dipotong? Apa yang dikorbankan?” tanya seorang pengamat anggaran publik yang enggan disebutkan namanya.

    Apakah ada ASN Fiktif yang sudah tidak layak digaji? Skema penggajian berbasis data yang tidak diperbarui secara berkala membuka peluang terjadinya praktik pembayaran kepada pegawai yang tidak aktif, sudah pensiun, bahkan sudah meninggal dunia.

    Walikota Lubuklinggau Dinilai Lebih Prioritaskan Hobi Pribadi Ketimbang Aspirasi Warga

    Tanpa audit forensik dan verifikasi faktual, publik tak pernah tahu siapa saja yang masih menerima gaji dan tunjangan. Jika pengurangan anggaran dilakukan untuk “menyesuaikan realita”, maka logikanya: ada nama yang sebelumnya menerima tapi kini tak lagi dibayar. Siapa mereka?

    Rasionalisasi belanja harus berbasis pada analisis beban kerja, struktur organisasi, dan output layanan pendidikan. Namun, penurunan anggaran tidak dibarengi penurunan jumlah penerima, apalagi hasil output yang lebih baik.

    Sebaliknya, bila tidak transparan, perubahan anggaran justru membuka potensi rekayasa data, praktik pengalihan dana, atau bahkan penggelapan struktural di balik neraca keuangan.

    Gaji ASN bukan hanya soal angka di APBD. Ia adalah wujud jaminan kerja, pelayanan publik, dan integritas birokrasi. Potongan besar dalam skema ini tanpa kejelasan justru mengancam kepercayaan masyarakat.

    “Kami tidak menuduh. Kami hanya bertanya dan mendesak transparansi. Karena uang yang dipotong itu adalah hak rakyat untuk tahu ke mana dialirkannya,” ujar Ketua LSM lokal di bidang pendidikan.

    Rp43 Miliar “Lenyap” dari Anggaran Gaji ASN: Ada Pegawai Fiktif di Balik Angka?

    Tulisan ini adalah analisis berbasis data dan logika publik. Tidak ada tuduhan hukum yang diarahkan kepada individu atau institusi tertentu. Namun, jika dalam perjalanannya ditemukan kejanggalan lebih lanjut, publik berhak mendorong audit menyeluruh, termasuk audit investigatif.

    Catatan Redaksi:
    Pemerintah Kota dan Dinas Pendidikan kami beri ruang sepenuhnya untuk menjelaskan secara terbuka dan proporsional ihwal penurunan anggaran ini. Hak jawab dan hak koreksi akan kami muat sebagaimana mestinya sesuai Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. Email redaksi@aspirasipublik.id Kontak resmi 081379437128.

    Komentar

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    × Advertisement
    × Advertisement