Lubuklinggau
Beranda » Berita » “Dikeluarkan Tanpa Teguran, Siswa SMP Dian Harapan di Lubuklinggau Tertekan Psikis: Kasus Masuk Jalur Hukum”

“Dikeluarkan Tanpa Teguran, Siswa SMP Dian Harapan di Lubuklinggau Tertekan Psikis: Kasus Masuk Jalur Hukum”

Oplus_131072
Baca Yang Lain+

    LUBUKLINGGAU – Kasus dugaan pengeluaran siswa secara sepihak kembali mencuat di Kota Lubuklinggau. Kali ini, seorang siswa kelas VIII SMP Dian Harapan Lubuklinggau diduga dikeluarkan tanpa prosedur yang sah. Orangtua dari siswa tersebut pun mengambil langkah hukum dengan melayangkan somasi resmi kepada pihak sekolah melalui kuasa hukumnya.

    Somasi tersebut disampaikan oleh Heni, ibu dari JNF, siswa kelas delapan yang tercatat aktif hingga pertengahan April 2025. Bertindak sebagai kuasa hukum, Randa Alala, S.H., M.H. telah mengirimkan somasi tertulis tertanggal 29 April 2025.
    Somasi Kritik SK Kepala Sekolah

    Dalam somasinya, Randa Alala mempersoalkan Surat Keputusan Kepala Sekolah Nomor: 018/5.3/SMPDHLLG/IV/2025 tanggal 11 April 2025, yang dinilai telah mengeluarkan siswa secara sepihak tanpa mekanisme pembinaan, teguran, atau pemanggilan resmi kepada orangtua.

    “Kami menyesalkan keputusan sepihak tersebut karena telah mengabaikan prinsip transparansi dan hak anak atas pendidikan yang dijamin undang-undang,” ujar Randa Alala kepada media.

    Menurutnya, keluarga telah berulang kali mencoba menjalin komunikasi dengan pihak sekolah secara langsung maupun melalui saluran elektronik, namun tidak memperoleh tanggapan memadai. Akibat kejadian ini, Justyne disebut mengalami tekanan psikologis dan perundungan sosial karena mendadak tak lagi bersekolah.

    Dibayar Meski Dilarang Dugaan Pembangkangan 16 Dinas di Era Pj Wali Kota Lubuklinggau

    “Saat ini masa pembelajaran menuju kenaikan kelas hanya tersisa sekitar satu bulan. Sayangnya, anak kami harus menanggung beban psikologis akibat dikeluarkan tanpa alasan dan tanpa solusi dari pihak sekolah,” tegasnya.

    Melalui somasi tersebut, pihak keluarga meminta agar sekolah segera mengizinkan JNF kembali mengikuti proses pembelajaran hingga akhir tahun ajaran. Mereka juga menyatakan kesediaan untuk menanggung biaya tambahan jika dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan akademik.

    Jika dalam 3×24 jam tidak ada tanggapan, kuasa hukum menyatakan siap menempuh langkah hukum lanjutan berupa:
    • Melaporkan kasus ini ke Polres Lubuklinggau, dan
    • Mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Lubuklinggau atas dasar dugaan pelanggaran hak pendidikan anak sebagaimana diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

    Tindakan Sekolah Dinilai Langgar Hukum
    Berdasarkan penelusuran redaksi, jika tindakan sekolah terbukti tidak didahului pembinaan atau pemanggilan orangtua, maka keputusan tersebut dinilai cacat prosedur dan melanggar sejumlah regulasi pendidikan nasional.

    Secara hukum, tindakan tersebut diduga melanggar:
    Pasal 9 Ayat (1) UU Perlindungan Anak: setiap anak berhak memperoleh pendidikan.
    Pasal 5 Ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas: semua warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu.
    Permendikbud No. 82 Tahun 2015: mewajibkan sekolah memberikan pembinaan dan mediasi sebelum menjatuhkan sanksi berat.

    Paripurna DPRD Lubuklinggau Bahas LKPJ Wali Kota 2024, Pansus Sampaikan Evaluasi Kritis

    Lebih lanjut, Pasal 77B UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa siapapun yang dengan sengaja menghambat anak memperoleh pendidikan dapat dipidana maksimal 5 tahun atau denda Rp100 juta.

    Sementara secara perdata, orangtua dapat mengajukan gugatan atas perbuatan melawan hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.

    Desakan Penegakan Prinsip Pendidikan Ramah Anak

    Pengamat pendidikan lokal menilai kasus ini mencoreng prinsip sekolah sebagai lingkungan aman dan ramah bagi anak, apalagi jika benar Justyne mengalami dampak sosial dan psikis akibat keputusan tersebut.

    “Sekolah seharusnya menjadi pelindung bukan pelaku diskriminasi terhadap anak. Jika pengeluaran dilakukan tanpa dasar, ini sangat membahayakan praktik pendidikan ke depan,” ujar seorang akademisi yang enggan disebutkan namanya.

    Wali Kota Lubuk Linggau Harus Bertindak, Pembiaran Pengadaan Honorer Fiktif Bisa Jadi Skandal Sistemik

    Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak SMP Dian Harapan Lubuklinggau terkait somasi yang telah dilayangkan.

    Catatan Redaksi:
    Redaksi akan terus mengikuti perkembangan kasus ini. Bila pihak SMP Dian Harapan Lubuklinggau atau Dinas Pendidikan Kota Lubuklinggau hendak menyampaikan klarifikasi atau hak jawab, silakan menghubungi redaksi melalui email: redaksi@aspirasipublik.id. atau ke WhatsApp ke: 081379437128

    Komentar

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    × Advertisement
    × Advertisement