Investigasi Edisi 4 : 21 April 2025 Aspirasi Publik
Lubuklinggau – Proyek pengadaan sarana prasarana persampahan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Lubuk Linggau terancam dilaporkan masuk meja penyidikan. Kuatnya indikasi keterkaitan antara perencanaan asal-asalan, revisi spesifikasi diam-diam, hingga hibah ilegal, tanpa dasar hukum dan keputusan wali kota. Tekanan publik meningkat, dan laporan resmi ke aparat penegak hukum (APH) akan segera dilayangkan.
Berdasarkan audit sumber resmi, DLH tidak menyusun rencana teknis titik peletakan kontainer dan tempat sampah. Kebutuhan ditentukan hanya berdasar jumlah kecamatan, bukan kebutuhan aktual di lapangan. Sementara itu, proses pemilihan produk juga dilakukan tanpa pembanding harga. Hanya “melihat produk-produk sejenis” di e-catalogue, tidak ada kertas kerja, survei pasar, atau analisis harga wajar.
Fakta lain yang mengejutkan:
– Produk ditayangkan di e-katalog pada 7 Agustus 2024, direvisi spesifikasinya tanggal 15 Agustus 2024.
– Pemesanan dilakukan hanya 5 hari setelah revisi spesifikasi, pada 20 Agustus 2024.
– Barang saat itu belum tersedia dan spesifikasi di e-katalog berasal dari pencarian Google.
– Diduga Pihak penyedia mendapat dokumen RAB dari pelaksana teknis proyek sebelum pemesanan, dan menggunakannya untuk menayangkan produk.
– DLH bahkan tercatat telah menyerahkan 6 unit tempat sampah outdoor kapasitas 120 liter. Hibah tersebut dilakukan melalui BAST Nomor 800/14/BA/DLH/2024 dan 800/15/BA/DLH/2024 tertanggal 18 Oktober 2024.
Namun, hibah ini:
– Tidak memiliki dasar usulan dalam APBD dan APBD-P 2024,
– Tidak ditetapkan dengan Keputusan Wali Kota,
– Tidak dilengkapi Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Praktik ini mengindikasikan potensi penyalahgunaan wewenang dan pengondisian proyek. Penyedia terlibat sejak sebelum pemesanan, dan spesifikasi proyek dibuat menyerupai barang yang akan ditayangkan di e-katalog, bukan sebaliknya. Hibah tanpa mekanisme APBD dan NPHD merupakan pelanggaran terhadap Permendagri 99/2019 dan PP 27/2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
“Pelaku pemberian hibah ilegal dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana, tergantung hasil penyelidikan”.
Jika di analisa estimasi kerugian negara dilihat dari Kontainer dan tempat sampah yang dibeli diduga tidak sesuai spesifikasi teknis awal, termasuk kualitas bahan, ukuran, dan konstruksi. Pemesanan saat barang belum tersedia, dan spesifikasi dibuat mengikuti gambar yang diambil dari Google. Ini menunjukkan adanya indikasi markup atau setidaknya pemborosan karena kualitas barang tidak sesuai nilai kontrak.
Hibah tanpa NPHD dan tanpa payung APBD, secara administrasi ini bukan hanya cacat prosedural, tapi juga berpotensi digolongkan sebagai pengalihan aset negara secara ilegal. Proses pengadaan tidak sah dan penyedia tidak kompeten karena tidak memiliki pengalaman sejenis, tidak memiliki toko, produk tidak tersedia saat pemesanan.
RAB dibocorkan ke penyedia sebelum lelang, dan spesifikasi direvisi manual oleh pihak penyedia berdasarkan dokumen dari pejabat DLH. Pemborosan anggaran karena perencanaan lemah, tidak ada rencana (masih bersifat konsef) titik letak kontainer/tempat sampah barang rawan mubazir atau tidak digunakan optimal.
Estimasi nilai kerugian akibat pengondisian, pemilihan penyedia tidak kompeten, dan manipulasi e-catalog bisa ditaksir mencapai Rp400 juta mungkin lebih, dan ini cukup kuat untuk menarik perhatian kejaksaan, terutama jika ditambah dengan adanya denda keterlambatan.
Catatan Redaksi
Berita ini disusun berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber terpercaya dan/atau pengamatan langsung terhadap peristiwa yang terjadi.
Referensinews.id menjunjung tinggi prinsip keberimbangan dan akurasi dalam setiap pemberitaan. Kami memberikan ruang hak jawab kepada setiap pihak yang merasa dirugikan atau tidak sesuai fakta dalam pemberitaan ini, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Silakan sampaikan hak jawab, klarifikasi, atau koreksi melalui email: redaksi@aspirasipublik.id atau WhatsApp ke: 081379437128.
Komentar