Referensinews.id – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Musirawas Utara (Muratara) pada tahun 2018 telah Menganggarkan Belanja Modal sebesar 162 milyar, dengan total realisasi 95, 53 persen. Dari realisasi tersebut, terdapat 10 paket pekerjaan telah terjadi “Mark Up” atau Kelebihan pembayaran sebesar 5,2 M. Senin (12/8/2019).
Dari data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera selatan, menyatakan bahwa Dinas PUPR Muratara dalam pelaksanaanya tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor: 54 tahun 2010, tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Sepuluh (10) paket pekerjaan dengan total dana sekitar 72 milyar, sesuai kontrak pekerjaan telah dibayar 100 persen. Sementara hasil audit dokumen dan fisik 10 paket proyek terdapat kekurangan volume atas kesalahan penghitungan harga satuan dan ditemukan beberapa item pekerjaan yang tidak dikerjakan dengan total keseluruan.5,2 M.
LHP BPK juga menyatakan permasalahan ini disebabkan karena Kepala Dinas PUPR Muratara Kurang melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan pekerjaan fisik dilingkungan kerjanya. Permasalahan juga disebabkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) serta Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Kurang cermat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Terjadi “Mark Up” atau Kelebihan pembayaran sebesar 5,2 M dari 10 paket pekerjaan tersebut, Kepala Daerah atau Bupati Muratara, menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK dan Akan segera menindaklanjuti temuan.
Taupik Gonda mengkritisi temuan BPK pada Dinas PUPR Muratara sebesar 5,2 M tersebut.
“Kita mempertanyakan keberadaan dan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Muratara yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern,” katanya.
APIP sepertinya tidak dapat mengendus modus-modus dan praktek kecurangan yang biasa dilakukan “oknum pejabat dan pihak rekanan yang nakal”.
APIP se akan hanya stempel kekuasaan yang “ompong giginya dilingkaran kekuasaan”, cakap Taufik.
“Mark Up” atau Kelebihan pembayaran sebesar 5,2 M di Dinas PUPR Muratara adalah kerugian negara akibat fraud/kecurangan “ini termasuk kasus korupsi”, tegas nya.
Kelebihan pembayaran sebesar 5,2 M, dapat menyebabkan kurangnya penerimaan daerah disebabkan adanya penerimaan yang sudah menjadi hak negara/daerah tetapi tidak atau belum masuk ke kas daerah karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
“Terjadinya kerugian negara disebabkan oleh perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana, baik dilakukan oleh orang-perorangan, korporasi, maupun subyek hukum yang spesifik, yakni pegawai negara atau pejabat”, ujar nya.
Pemeriksaan BPK telah dilakukan, kelebihan bayar berarti harus dikembalikan ke Kas Daerah. Penyetoran terhadap potensi merugikan keuangan negara diakibatkan mark-up harus segera di stor.
“Urusan BPK hanyalah menetapkan ganti rugi yang merupakan sanksi administrasi sedangkan penegak hukum adalah menemukan adanya perbuatan pidana untuk selanjutnya memberikan sanksi pidana,” tekan Taufik.
Kita berharap, masyarakat jeli mengontrol apapun kegiatan pemerintah, kritikan itu perlu sebagai pemacu bagi aparatur pemerintah untuk berbuat lebih baik bagi kesejahteraan masyarakat. Temuan tersebut harus dilaporkan sebagai pengingat dan efek jera bagi “oknum pejabat dan pihak rekanan yang nakal”, sindir nya. (RN)