Musi Rawas, 19 April 2025 AspirasiPublik
Membongkar Rantai Penganggaran Dari TAPD hingga DPRD, Siapa yang Patut Dimintai Pertanggungjawaban?
Setelah mengungkap bahwa belanja gaji PPPK Guru pada APBD 2022 melonjak hingga Rp48,4 miliar, padahal sudah diperhitungkan dalam DAU 2021, kini investigasi menyoroti siapa saja yang terlibat dalam proses penyusunan, persetujuan, dan pengesahan anggaran tersebut?
TAPD Kabupaten Musi Rawas selaku aktor teknis penyusun anggaran nerupakan pihak pertama dan utama yang menyusun rancangan APBD. TAPD diketuai oleh Sekretaris Daerah, dan beranggotakan:
– Kepala BPKAD (pengelola keuangan),
– Kepala BKPSDM (penyedia data kebutuhan formasi dan gaji PPPK),
– Kepala Dinas Pendidikan (pengusul kebutuhan PPPK Guru),
– Inspektur (pengawas internal),
– Dan unsur lainnya.
TAPD menyusun KUA-PPAS dan RKA SKPD, termasuk menyetujui belanja gaji PPPK dalam format RAPBD. Catatan Kritis: Jika TAPD tidak menyesuaikan perhitungan dengan Surat Kemenkeu dan fakta jumlah formasi PPPK yang aktif hanya 564, maka ada potensi kesengajaan atau kelalaian dalam menyusun anggaran yang membengkak.
DPRD Musi Rawas selaku mitra pengesahan anggaran, berperan dalam membahas KUA-PPAS bersama TAPD, menyepakati RAPBD menjadi APBD, mengesahkan Perda APBD dan Perubahan APBD. Komisi dan Banggar DPRD seharusnya melakukan analisis kritis terhadap usulan anggaran. Fakta bahwa belanja PPPK naik hingga 3 kali lipat, namun tetap disetujui, menunjukkan potensi lemahnya fungsi pengawasan dan evaluasi.
Dinas Pendidikan dan BKPSDM sebagai pemasok data formasi dimana Dinas Pendidikan mengusulkan kebutuhan tenaga guru dan BKPSDM mengelola data formasi, peserta lulus seleksi, serta estimasi gaji. Jika data peserta lulus hanya 564 orang, maka pengusulan anggaran gaji untuk lebih dari 1.500 formasi (sesuai DAU 2021) tanpa realisasi rekrutmen, menjadi pintu masuk utama praktik penggelembungan anggaran.
BPKAD dan Bendahara Umum Daerah bertanggung jawab penuh terhadap pencairan, penatausahaan, dan pelaporan keuangan. Pengalokasian anggaran gaji PPPK hingga Rp48,4 miliar di luar kebutuhan riil, menunjukkan potensi kelalaian administratif atau pelanggaran prinsip efisiensi dan akuntabilitas.
Semua rantai kebijakan dan keuangan dalam APBD Musi Rawas 2022 menunjukkan bahwa penganggaran gaji PPPK dilakukan tanpa dasar kebutuhan riil, bahkan bertentangan dengan arahan Kemenkeu. Ini membuka ruang bagi audit investigatif, dan bila terbukti, berpotensi masuk ranah pelanggaran hukum dan tindak pidana korupsi.
Edisi 4 mendatang akan mengulas: Bagaimana realisasi pembayaran dilakukan? Apakah dana benar-benar dibayarkan kepada PPPK? Atau terjadi potensi dana mengendap atau dialihkan?
Catatan Redaksi :
Berita ini disusun berdasarkan investigasi, analisa dan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber terpercaya dan/atau pengamatan langsung terhadap peristiwa yang terjadi. Aspirasipublik.id menjunjung tinggi prinsip keberimbangan dan akurasi dalam setiap pemberitaan. Kami memberikan ruang hak jawab kepada setiap pihak yang merasa dirugikan atau tidak sesuai fakta dalam pemberitaan ini, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Silakan sampaikan hak jawab, klarifikasi, atau koreksi melalui email: redaksi@aspirasipublik.id atau WhatsApp ke: 081379437128.
Komentar