Referensinews.id – Syarif Hidayat, Bupati Kabupaten Musirawas Utara (Muratara), “Risau”. Hal ini disebabkan banyaknya berita-berita yang selalu menyudutkan Pemkab Muratara terkait dugaan “Mark up” sebesar 5,2 milyar di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Muratara. Rabu (14/8/2019).
Merasa terganggu, Bupati Syarif Hidayat, menggandeng pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuklinggau untuk menindaklanjuti dugaan “Mark up” alias Kelebihan bayar sebesar 5,2 milyar atas Kekurangan volume fisik pekerjaan tahun anggaran 2018.
Baca : Beri Efek Jera Temuan 5,2M Muratara Lapor APH
Melalui pesan singkat, Bupati mengatakan terkait kelebihan bayar 5,2 Milyar di Dinas PUPR Muratara sudah menyerahkan kepada pihak Kejaksaan untuk diproses.
Diketahui, Dinas PUPR Muratara ditahun 2018 telah Menganggarkan Belanja Modal sebesar Rp 162 milyar, dengan realisasi sebesar 155 milyar (95, 53 persen). Dari realisasi Belanja Modal tersebut terdapat 10 paket pekerjaan yang direalisasikan 100 persen.
Dalam laporan pemerintah menyebutkan masing-masing pekerjaan 10 paket Proyek di PUPR Muratara dengan total anggaran 72 M, sudah dikerjakan sesuai Kontrak dan telah dibayar 100 persen.
Sementara Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera selatan menyampaikan audit hasil pemeriksaan dokumen dan fisik 10 Proyek tersebut, terdapat kekurangan volume atas kesalahan penghitungan harga satuan dan ditemukan beberapa item pekerjaan yang tidak dikerjakan sebesar 5,2 M.
Menurut BPK, hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor: 54 tahun 200. Temuan 5,2 M disebabkan Kepala Dinas PUPR Muratara, Kurang melakukan pengawasan dan Pengendalian atas pelaksanaan pekerjaan fisik dilingkungan kerjanya.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) serta Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) kurang cermat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Taufik Gonda didalam analisanya mengatakan, kelebihan bayar adalah kerugian negara/daerah dan harus segera dikembalikan ke kas daerah.
“BPK adalah auditor resmi pemerintah, kelebihan bayar termasuk korupsi. Tugas BPK hanyalah menetapkan ganti rugi yang merupakan sanksi administrasi sedangkan penegak hukum adalah menemukan adanya perbuatan pidana untuk selanjutnya memberikan sanksi pidana,” ujarnya. (RN)