Oleh: Redaksi Aspirasipublik.id
(Opini Redaksi | Edisi Senin, 26 Mei 2025)
Menjelang 100 hari masa kerja, duet kepemimpinan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Lubuklinggau, H. Rachmat Hidat alias Yoppy Karim dan H. Rusam Efendi, diguncang gelombang protes.
Ratusan mahasiswa dari organisasi Cipayung dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) turun ke jalan, meneriakkan satu kalimat yang menggema di halaman kantor wali kota: “Yoppy Ingkar Janji.”
Ini bukan sekadar protes biasa. Ini adalah gugatan terbuka terhadap legitimasi moral seorang pemimpin yang pernah berjanji akan membawa Lubuklinggau menjadi “Juara”.
Dari Janji ke Tuntutan: Mahasiswa Tak Lagi Bersabar.
- Para demonstran membawa daftar tuntutan yang tak bisa dipandang sebelah mata. Sepuluh poin utama dan dua tambahan yang mereka bacakan adalah checklist kegagalan:
- Gaji RT yang belum dibayarkan: Padahal ini adalah janji kampanye yang konkret, teknis, dan mudah diverifikasi.
- Janji pelunasan utang BPJS: Dibayar, tapi justru bermasalah. Tanpa pemutakhiran data, berpotensi fiktif, dan menyisakan kecurigaan politik anggaran.
- Sampah, birokrasi KKN, kriminalisasi: Semuanya menjadi tanda bahwa slogan “Linggau Juara” belum menyentuh realitas warga.
Event seremonial yang hambur-hamburkan APBD: Mahasiswa menyebut “ivèn-ivèn” ini sebagai simbol pengalihan isu dan upaya pemolesan citra yang tidak penting.
Teriakan Itu Konstitusional, Kritik Itu Legal
Kita perlu menegaskan: teriakan “Yoppy Ingkar Janji” adalah ekspresi kekecewaan politik, bukan penghinaan. Dalam sistem demokrasi, mahasiswa tidak sedang melanggar hukum—mereka sedang menunaikan tanggung jawab moral sebagai bagian dari civil society.
Mereka tidak hanya menuntut kebijakan, tetapi juga mempertanyakan konsistensi etika pemimpin. Ketika janji kampanye berubah jadi retorika kosong, maka koreksi dari rakyat adalah bentuk penyelamatan demokrasi lokal.
Ironi Kepemimpinan: Panggung Besar, Masalah Dasar
Redaksi mencatat adanya ketimpangan prioritas. Di saat masyarakat menunggu seragam sekolah gratis, perbaikan pelayanan kesehatan, dan pembenahan birokrasi RT, pemkot justru sibuk dengan festival dan promosi daerah.
- Apakah pencitraan lebih penting dari pelayanan publik?
- Apakah billboard lebih berfungsi dari kotak sampah di lapangan?
Tambahan Tuntutan: Batu Bara dan Hiburan Malam
Tak kalah penting, mahasiswa juga menyuarakan dua hal yang selama ini luput dari perhatian pemerintah:
Stop angkutan batu bara, yang menghancurkan infrastruktur kota dan mengganggu ketenangan warga.
Tutup total tempat hiburan malam ilegal dan praktik prostitusi, yang terus mencoreng wajah kota.
Catatan Redaksi
Ini Bukan Sekadar Tuntutan, Ini Dakwaan Moral. Yoppy Karim sedang berada dalam ujian kepemimpinan paling awal: apakah dia hanya pandai berjanji atau mampu memimpin dengan nurani dan integritas?
Ratusan mahasiswa telah menyuarakan kekecewaan. Jika diabaikan, maka erosi kepercayaan publik hanya tinggal menunggu waktu.
Aspirasipublik.id memberikan ruang hak jawab kepada Wali Kota dan Pemerintah Kota Lubuklinggau. Untuk klarifikasi atau tanggapan resmi, silakan kirim ke redaksi@aspirasipublik.id
Komentar