Berita Investigasi Lubuklinggau
Beranda » Berita » Wali Kota Lubuk Linggau Harus Bertindak, Pembiaran Pengadaan Honorer Fiktif Bisa Jadi Skandal Sistemik

Wali Kota Lubuk Linggau Harus Bertindak, Pembiaran Pengadaan Honorer Fiktif Bisa Jadi Skandal Sistemik

Baca Yang Lain+

    Aspirasi Publik 11 Mei 2025
    Lubuk Linggau – Dalam masa awal kepemimpinannya, wali kota Kota Lubuklinggau dihadapkan pada persoalan serius yang berpotensi mencoreng integritas birokrasi.

    Indikasi kuat bahwa sejumlah SKPD melakukan pengadaan jasa tenaga honorer secara tidak sah dan melanggar prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara.

    Temuan ini bukan sekadar kelalaian administratif, tetapi mengarah pada potensi penyimpangan yang sistemik dan disengaja. Berikut beberapa poin yang menunjukkan bobroknya tata kelola:

    • Tidak adanya kontrak kerja resmi antara SKPD dan tenaga honorer membuat hubungan kerja tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum maupun anggaran.
    • Sejumlah tenaga honorer yang dibayar dengan uang rakyat melalui APBD tidak memiliki bukti kehadiran atau laporan kinerja, padahal itu adalah syarat mutlak pertanggungjawaban anggaran.
    • Mekanisme pengadaan tenaga honorer tidak melalui proses formal sebagaimana diatur dalam regulasi kepegawaian dan pengadaan barang/jasa pemerintah.
    • Pembayaran tetap dilakukan, meskipun tidak ada verifikasi atas pelaksanaan kerja atau output kinerja dari honorer yang bersangkutan.

    Ini bukan semata keteledoran, tetapi menimbulkan dugaan kuat adanya praktik mark-up, penganggaran fiktif, atau bahkan pencucian anggaran melalui pola pengadaan yang lemah pengawasan. Bila dibiarkan, praktik seperti ini akan menjadi warisan buruk bagi pemerintahan saat ini dan menumbuhkan budaya impunitas di lingkungan birokrasi daerah.

    Tindakan Mendesak yang Harus Dilakukan Wali Kota Lubuk Linggau

    Dugaan Modus Salah Klasifikasi di Balik Realisasi Fantastis Belanja SKPD di Musirawas Utara

    1. Audit Internal Menyeluruh atas seluruh pengadaan jasa honorer dalam 2 tahun terakhir di tiap SKPD.
    2. Pembentukan Tim Independen yang melibatkan Inspektorat dan unsur pengawasan eksternal.
    3. Pembekuan Anggaran Honorer di SKPD yang tidak bisa menunjukkan bukti perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kinerja.
    4. Penindakan Disipliner dan Hukum terhadap pejabat yang terlibat dalam pengadaan fiktif atau yang membiarkan sistem berjalan tanpa dasar hukum yang sah.
    5. Penerapan Sistem Digitalisasi kehadiran dan kontrak kerja untuk memastikan akuntabilitas sejak proses perekrutan hingga pembayaran.

    Wali kota tidak bisa tinggal diam. Isu ini menyangkut kepercayaan publik, efektivitas APBD, dan potensi kerugian negara. Jika tidak ditindak dengan cepat dan tegas, penyimpangan ini bisa menjadi skandal besar yang menyeret banyak nama dan melemahkan legitimasi pemerintah kota.

    Catatan Redaksi
    Kami memberikan ruang hak jawab kepada setiap pihak yang merasa dirugikan atau tidak sesuai fakta dalam pemberitaan ini, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Silakan sampaikan hak jawab, klarifikasi, atau koreksi melalui email: redaksi@aspirasipublik.id atau WhatsApp ke: 081379437128.

    Komentar

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    × Advertisement
    × Advertisement