Lubuk Linggau – Proyek peningkatan Jalan Kayu Merbau, Kelurahan Taba Lestari, kembali mengemuka. Setelah menghabiskan Rp3 miliar pada 2022, proyek serupa kembali muncul pada 2023 senilai Rp2 miliar.
Total Rp5 miliar uang daerah sudah digelontorkan, namun di lapangan hasilnya hanya parsial dan belum memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Kepala Dinas PUPR mengakui bahwa pekerjaan 2023 memang belum bisa diselesaikan secara keseluruhan, bahkan menyebut penanganan baru akan diprioritaskan kembali pada 2026.
Sebagai penanggung jawab teknis, Kepala Dinas wajib memastikan setiap proyek dikerjakan sesuai aturan, bukan sekadar “bertahap” tanpa dasar hukum multiyears.
Publik menilai, tanpa transparansi, pola penganggaran ini berpotensi melanggar prinsip akuntabilitas keuangan daerah.
Analisa atas pola proyek Jalan Merbau menyingkap indikasi modus duplikasi anggaran di lokasi yang sama tanpa dasar multiyears resmi.
Parsialisasi pekerjaan yang membuat output tidak jelas, meski anggaran habis. Janji penanganan di tahun depan yang memberi ruang munculnya anggaran ganda.
Jika dihitung dari pengurangan mutu dan volume, kerugian daerah bisa mencapai 20–40% dari nilai proyek, setara Rp1–2 miliar.
Bila proyek harus diulang kembali 2026, potensi kerugian dapat membengkak hingga total Rp5 miliar.
Melihat pola penganggaran dan realisasi proyek ini, publik menilai sudah saatnya Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kejaksaan dan Kepolisian melakukan pendalaman.
Apakah ada unsur mark up dalam penganggaran? Mengapa proyek diulang tanpa status multiyears Apakah ada pengurangan volume pekerjaan yang merugikan daerah?
Keterlibatan APH dinilai penting agar tidak muncul kembali praktik yang merugikan keuangan negara dengan dalih pekerjaan “bertahap”.
Disclaimer:
Berita ini berdasarkan data dan informasi yang tersedia; hak jawab dan klarifikasi terbuka sesuai UU Pers.
Komentar