Lubuklinggau – Pemerintahan baru Kota Lubuklinggau diawali dengan badai fiskal yang tidak main-main. Warisan Surat Pernyataan Hutang (SPH) diperkirakan senilai Rp190 miliar lebih yang belum terbayar sejak 2023—2024 kini menjadi sorotan publik dan penggiat tata kelola keuangan.
Desakan keras datang dari berbagai elemen masyarakat, LSM, hingga akademisi yang menuntut dilakukannya audit terbuka dan menyeluruh terhadap seluruh daftar SPH tersebut.
Audit internal biasa dianggap tidak cukup. Publik meminta agar proses ini dilakukan secara forensik, melibatkan inspektorat independen, auditor BPK, dan bila perlu lembaga eksternal.
“Jika tidak dibuka sejak awal, SPH akan menjadi sarang baru permainan lama. Wali Kota harus menunjukkan siapa yang dia bela: rakyat atau warisan korup,” tegas Arif, aktivis pemantau anggaran Sumsel.
Banyak pihak menduga, sebagian dari kegiatan yang masuk dalam SPH berpotensi fiktif atau tidak selesai. Audit terbuka dianggap sebagai langkah awal untuk menyaring utang yang sah dan menyingkirkan yang bermasalah.
Keterbukaan ini menjadi momen penting. Pemerintahan baru dituntut tidak menjadi pewaris diam-diam dari bobroknya manajemen anggaran masa lalu. (Red)
Komentar