Berita Investigasi Muratara
Beranda » Berita » Ada Apa dengan Neraca Keuangan Pemkab Muratara 2023? Kasda Menyusut, Investasi Mendadak Muncul

Ada Apa dengan Neraca Keuangan Pemkab Muratara 2023? Kasda Menyusut, Investasi Mendadak Muncul

Baca Yang Lain+

    Aspirasi Publik
    Musi Rawas Utara — Laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) tahun anggaran 2023 memunculkan sejumlah kejanggalan yang layak menjadi sorotan publik. Berdasarkan analisis investigatif terhadap Laporan Realisasi APBD dan Neraca Pemda per 31 Desember 2023, ditemukan pola-pola mencurigakan dalam pengelolaan aset, kas, dan investasi jangka panjang yang berpotensi merugikan keuangan daerah dan publik secara luas. Rabu, (03/7/2024).

    Data neraca menunjukkan bahwa kas di kas daerah turun drastis dari Rp155,2 miliar (2022) menjadi hanya Rp39,2 miliar (2023). Ini berarti penyusutan sebesar 74,75% dalam waktu satu tahun (penurunan Kas Daerah Lebih dari Rp116 Miliar).

    Ironisnya, penurunan besar ini tidak dijelaskan melalui peningkatan proporsional aset produktif atau pelayanan publik yang transparan. Masyarakat tidak pernah diberi penjelasan apakah dana tersebut digunakan untuk infrastruktur, belanja bantuan sosial, atau justru mengalir ke pos-pos yang tidak berdampak langsung kepada publik.

    Hal lain yang mencolok adalah munculnya “investasi permanen” sebesar Rp20 miliar pada tahun 2023, padahal di tahun sebelumnya item ini bernilai nol. Minimnya transparansi atas investasi tersebut membuka ruang spekulasi dan potensi penyalahgunaan wewenang.

    Aset tetap naik Rp365 miliar: revaluasi atau penggelembungan. Nilai aset tetap meningkat signifikan dari Rp2,13 triliun ke Rp2,50 triliun. Kenaikan paling besar terdapat pada:

    Disperkim Disorot, Fasum Harapan Jaya Hilang di Atas Kertas: Aset Publik Gantung Tanpa Kepastian

    • Tanah: naik Rp69 miliar,
    • Gedung dan Bangunan: naik Rp370 miliar.

    Namun, tidak ada laporan proyek besar atau pembangunan baru yang diumumkan secara terbuka selama tahun 2023. Hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa peningkatan ini bisa berasal dari revaluasi sepihak atau penggelembungan aset, tanpa disertai audit teknis independen.

    Pos keuangan “pendapatan diterima dimuka” naik tajam dari hanya Rp11 juta (2022) menjadi Rp31,6 miliar (2023). Kenaikan sebesar itu tanpa rincian sumber penerimaan apakah berasal dari retribusi, setoran mitra, atau proyek tertentu yang belum berjalan?

    Tanpa penjelasan terbuka, item ini berpotensi menjadi sarana penyembunyian utang atau transaksi fiktif, yang sulit dipertanggungjawabkan secara hukum maupun publik.

    Utang belanja dan pihak ketiga masih tinggi: utang kepada pihak ketiga (PFK): Rp12,6 miliar dan utang belanja: Rp12,2 miliar

    Kedua komponen ini mengindikasikan bahwa meskipun kas menipis dan pendapatan naik, pemerintah masih menyisakan banyak kewajiban yang belum terselesaikan. Dalam beberapa kasus di daerah lain, pola seperti ini menjadi pintu masuk terjadinya praktik pengkondisian proyek, mark-up, dan gagal bayar. Dugaan modus operandi:

    Jangan Ditutup! Wali Kota Lubuk Linggau Didorong Libatkan APH Usut Dugaan Pidana di Balik SPH

    • Rekayasa nilai aset tetap untuk mempercantik neraca tanpa dasar audit.
    • Penyamaran transaksi melalui “pendapatan diterima dimuka”.
    • Penggunaan kas besar-besaran menjelang tahun politik, tanpa pelaporan realisasi yang terinci.
    • Investasi dadakan yang tidak pernah disosialisasikan kepada DPRD atau publik.

    DISCLAIMER HAK JAWAB
    Berita ini disusun berdasarkan dokumen resmi APBD dan hasil analisis independen. Bila ada pihak yang merasa keberatan atas isi pemberitaan ini, redaksi membuka ruang hak jawab sesuai dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kontak resmi 081378437128.

    Komentar

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    × Advertisement
    × Advertisement