Aspirasi Publik
Musi Rawas Utara — Ratusan pemilik sarang burung walet yang bernilai tinggi di wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara, tak sepeser pun menyumbang untuk pembangunan daerah.
Audit resmi negara atas laporan pendataan wajib pajak yang dilakukan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) pada tahun 2023. Sebanyak 101 objek pajak sarang burung walet diketahui belum terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP).
Artinya, mereka tidak membayar pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Musi Rawas Utara Nomor 01 Tahun 2017 tentang Pajak Daerah.
Yang lebih mengejutkan, Bapenda sudah mengetahui keberadaan objek-objek tersebut dan bahkan telah melakukan sosialisasi kepada para pemilik. Tapi, tak ada satupun dari 101 pemilik itu yang mendaftarkan diri sebagai WP.
“Sudah kami data dan kami sosialisasikan. Tapi belum ada yang mendaftar,” ujar Kepala Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam keterangannya.
Uang Menguap, PAD Tercekat
Potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari sarang burung walet tidaklah kecil. Jika setiap sarang dikenakan pajak rata-rata Rp2 juta per tahun, maka daerah bisa kehilangan lebih dari Rp200 juta setiap tahun. Angka itu belum termasuk denda dan sanksi administratif jika aturan dijalankan sebagaimana mestinya.
Sayangnya, tak ada sanksi. Tak ada penegakan hukum. Tak ada upaya paksa. Yang terjadi hanyalah pendataan—lalu diam.
Melanggar Perda, Membuka Celah Korupsi
Sesuai Perda No. 01 Tahun 2017, setiap pemilik usaha sarang burung walet wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan dikenai sanksi administratif jika lalai. Tidak diterapkannya sanksi terhadap pelanggaran ini menunjukkan kelalaian serius dalam penegakan hukum daerah.
Tak pelak, kondisi ini menimbulkan tanda tanya publik, apakah ada pembiaran yang disengaja? Jika iya, bisa jadi praktik ini membuka ruang bagi setoran “di bawah meja” yang tidak masuk ke kas daerah.
Sengaja Dibiarkan?
Ketiadaan tindakan tegas dari Bapenda dan Pemkab memunculkan spekulasi. Apakah ada oknum yang sengaja membiarkan para pemilik walet “bebas pajak” demi keuntungan pribadi? Jika benar terjadi, ini bisa mengarah pada dugaan penggelapan penerimaan daerah — pelanggaran yang masuk dalam kategori tindak pidana korupsi.
“Kalau sudah didata, disosialisasi, tapi tidak juga ditindak — bisa saja ada permainan. Harus diaudit lebih dalam,” ujar seorang akademisi hukum tata negara dari salah satu perguruan tinggi di Palembang.
Ke Mana Arah Pemerintah Daerah?
DPRD, Inspektorat Daerah, hingga aparat penegak hukum sudah seharusnya menaruh perhatian pada kasus ini. Sebab jika dibiarkan, bukan hanya uang daerah yang hilang — kepercayaan publik pun ikut runtuh.
Apakah pemerintah akan membiarkan uang rakyat terus melayang bersama burung walet di langit Musi Rawas Utara?
Catatan Redaksi:
Redaksi akan terus menelusuri perkembangan kasus ini, termasuk mengonfirmasi langsung ke pihak Bapenda, Inspektorat, dan DPRD. Kami juga membuka ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan informasi tambahan melalui kanal pengaduan publik kami email: redaksi@aspirasipublik.id atau WhatsApp ke: 081379437128.
Komentar